Tentang cinta dan sang pecinta

Cinta merupakan salah satu topik pembicaraan yang terpanjang dalam sejarah peradaban manusia, cinta dan kasih sayang yang membuat hidup menjadi penuh warna. Kisah tentang cinta adalah prosa-prosa terpanjang dan terumit dalam setiap guratan satra yang pernah tercipta oleh anak manusia. Cinta membuat nama-nama seperti Shakespeare...Khalil Gibran...Victor hugo...bahkan Habiburrahman el Shihrazy, tetap abadi dalam lembah sastra dunia.

Mencinta adalah pengorbanan dan penyerahan diri yang utuh, jiwa dan raga untuk membuat yang dicintainya merasa bahagia seutuhnya.



Begitulah cinta, ia ditakdirkan menjadi sebuah kata tanpa benda, tapi ia ada dan dapat dirasa.

Cinta sejati memberi energi positif bagi setiap hal yang memilikinya, bukan malah sebaliknya,Ibnu qayyim al jauziyah berkata,” jika kamu tidak mempunyai cinta maka bangkitlah dari tempat duduk mu dan makanlah rumput-rumput itu”. Oleh karena itu jika ada manusia yang merasakan adanya kesengsaraan dan kepedihan serta ketidakadilan, sudah dapat dipastikan bahwa ia belum menerima energi cinta yang cukup, atau bahkan tidak mempunyai cinta sama sekali.

Thaif, adalah tempat yang menjadi bukti cinta sang Nabi. Dengan kekuatan cinta ia melangkah untuk menyebarkan dakwah di sana, namun apa lacurnya, ia malah di lempari dengan batu dan kotoran oleh penduduk Thaif seraya mengusirnya tanpa rasa iba.



Jibril A.S, sang penghulu malaikat pun tersentuh hatinya dan tanpa ragu menawarkan sebuah bala bantuan yang cukup menggiurkan, Penghancur leburan Thaif dan seluruh penghuninya. Tapi ia berkata, “tahan wahai Jibril...aku yakin, pada suatu saat kelak akan lahir dari tulang sulbi mereka, para pejuang-pejuang yang memperjuangkan agama Allah”(Shirah Nabawiyah). Itu adalah kalimat cinta sang nabi, dengan peluh keringat disekujur tubuhnya, debu padang pasir yang menempel dikeningnya, serta darah yang terpancar dari mata kakinya akibat lemparan usiran arogan warga Thaif, ia ucapkan kalimat itu dengan penuh cinta.



Begitulah Muhammad SAW, sang pencinta sejati, ia korbankan masa mudanya, waktu senggangnya, kesenangan duniawinya dan segalanya...hanya untuk kita...ummati...ummati..ummati. Beliau tidak menuntut apapun dari kita, bahkan tak lama ketika wahyu terakhir turun, beliau pun berpulang kepada kekasihnya...Allah Azza wa jalla.

Maka jangan heran ketika ada orang yang berkata bahwa, “Nabi Muhammad tidak melakukan apa-apa untuk kita, dia hanya mencintai kita, dan tidak yang lebih bisa mencintai kita melebihi dia”.



Pertanyaanya sekarang,apakah cinta kita cukup besar untuk nya?, atau adakah cinta dalam hati kita untuk nya...?, wallahua a’lam

Di kutip : Note Iqbal Amin

0 comments:

Posting Komentar

 
;